Tuesday, April 24, 2007

Kado dari Presiden Epistoholik Indonesian Buat JEJak

Satu Tahun JEJak (21 April 2006-2007)

Salam Episto Ergo Sum,

Salam sejahtera. Selamat hari ulang tahun pertama untuk sahabat warga komunitas Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJAK), 21 April 2007. Selamat terutama untuk Mas Budi Purnomo selaku motor penggerak JEJAK, yang dalam usia muda komunitasnya telah melahirkan pelbagai aktivitas inovatif dalam upaya menularkan nilai positif virus penulisan surat-surat pembaca.

Saya pribadi, dan tentu saja seluruh warga EI, selalu terus mendukung kreasi Mas Budi dan JEJaknya. Semoga dapat pula menular virus aktivitas inovatifnya kepada seluruh warga EI.

Suatu kebetulan yang bersejarah, saya selaku tukang kompor EI secara kebetulan dapat mengucapkan selamat HUT kepada JEJak, tepat pada hari HUTnya. Antara lain dengan menceritakan eksistensi serta kiprah inovatif JEJak di Harian Republika, edisi 21 April 2007, tepat pada peringatan hari lahir Ibu Kartini, yang seorang epistoholik pula.

Untuk warga EI, maaf bila info saya ini disebut sebagai kabar terlambat, bahwa EI telah mendapatkan liputan satu halaman penuh di Harian Republika, Sabtu, 21 April 2007, di rubrik Hobby dan Habit, halaman 21.

Semula akan dimuat edisi 14 April 2007. Hari Kamis, 12/4/2007 wartawannya minta foto, tetapi saya pas kena musibah : komputer saya masuk bengkel, padahal semua data foto ada di dalamnya. Lalu saya minta 3 foto itu dikopi ke disket, dan saya bergegas ke warnet. Musibah datang lagi : disket itu tak bisa dibuka di warnet.

Sokurlah muncul solusi tak terduga dari Republika bahwa pemuatan ditunda 21 April 2007. Mungkin dapat “wisik” dari atas, hingga pemuatannya bisa menepati HUT JeJak-nya Mas Budi dkk itu. Sokurlah.

Hasil interaksi saya dengan wartawan Republika, melalui telepon dan dirinya sudah membaca blog-blog saya, pada hasil liputan itu menerbitkan sedikit kekecewaan : data tidak akurat.

Sudah saya emailkan data milis EI sebagai epistoholik-indonesia@yahoogroups.com, ternyata mereka tulis epistoholic-indonesia@yahoogroups.com. Seharusnya “k” tetapi ditulis “c” ! Betapa ketidakakuratan itu jadi hal fatal dalam melakukan akses di Internet.

“Kebingungan” saya yang lain, berbeda dengan media-media cetak di luar negeri, media dalam negeri itu rupanya sangat alergi untuk memajang URL/alamat situs web/blog/email sesuatu komunitas. Kalau David Weinberger memiliki rumus dan kredo bahwa “marketing are conversations” maka artikel liputan tentang EI (tak hanya di Republika kali ini) relatif memblok akses bagi pembaca Republika untuk melakukan “conversations” atau dialog secara mudah dengan EI.

Bagi saya, para pengelola media cetak di Indonesia banyak sekali yang masih “kuno” dengan berfaham bahwa pemuatan sesuatu berita di koran merupakan terminal AKHIR suatu proses serah terima informasi. Padahal, dengan hadirnya media-media berbasis digital, pemuatan itu justru baru AWAL suatu proses dialog yang baru. Baik antara audiens dengan wartawan, terutama antara audiens dengan audiens lainnya. Inilah wajah “digital democracy” yang baru dan saya sejak 2003 memimpikan bahwa kita para epistoholik selain menulis di media massa cetak juga mengelola blog pula, sehingga merupakan ujung tombak kehidupan demokrasi digital yang egaliter tersebut.

Karena sungguh terlalu mahal dan berbahaya bila wacana berdemokrasi itu hanya “disalurkan” melalui media-media yang dikuasai oleh konglomerat, yang dekat dengan kekuasaan, yang jelas mereka, sedikit banyak, memiliki agenda tersendiri untuk kepentingan bisnis dan politik mereka sendiri.

Sobat, itulah sekadar diskusi antara kita, siapa tahu mampu meluaskan cakrawala pemahaman kita betapa ada perbedaan “touch” dan juga “substansi” antara media kertas dan media digital. Saya menggambarkan interaksi antara audiens dengan media cetak itu ibarat “meja dan kursi-kursi yang kosong.”

Lebih lanjutnya, bila ada waktu, silakan membaca artikel saya berjudul Wimar’s World, Jay Rosen dan Wawancara Harian Republika“ di blog Esai Epistoholica (http://esaiei.blogspot.com).Terima kasih. Salam dari Wonogiri. (Bambang Haryanto/Epistoholik Indonesia).

2 comments:

Bambang Haryanto said...

Dear Bung Budi Purnomo dan Warga JEJak,

Salam episto ergo sum. Terima kasih email "rerasan" saya mengenai pemuatan profil EI di Republika (21/4) telah Anda pajang di blog ini. Pada saat yang sama saya dapat info, bahwa komunitas JEJak dimunculkan di situs jurnalisme warga, Panyingkul.com. Kabar yang menggembirakan. Tetapi agak bikin kaget, saya punya "jabatan baru" di EI, menurut versi Anda, yaitu sebagai presiden. Sebentar dulu, saya mau meresapi arti sebutan ini.

Oh ya, liputan di Republika itu bisa di klik di : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=290346&kat_id=460 dan bagian keduanya di : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=290345&kat_id=460

Semoga bermanfaat. Sayang dikit, di Republika itu saya tak jelas domisilinya. Padahal saya pengin menonjolkan Wonogiri lho. Oh ya, bab milis EI, yang jadi penjaga gawang bukan saya, tetapi sobat E. Musyadad di Jombang.

Sukses selalu.

Salam dari Wonogiri,

Bambang Haryanto

Jaringan Epistoholik Jakarta said...

Mas Bambang,

Ada warga EI, harusnya ada Lurah EI, ada Camat EI, ada Bupati EI, ada Gubernur EI, ada Presiden EI. Warganya ya semua penulis surat pembaca, bahasanya ya epistoholik itu, wilayahnya kan nasional. Ya presidennya mas Bambang.
Menurut saya, sebaiknya mas BH sebaiknya buku lowongan yang ingin menjadi Gubernurnya dulu di semua wilayah. Ntar saya bantu komunikasikan via blog yang saya kelola.

Jabat erat
BP